Jumat, 08 Maret 2013

Analisis Puisi "Pohon-pohonku Jangan Menangis"


  1. Pohon-Pohonku Jangan Menangis

              Kalau suatu saat aku mesti pergi
          Menetap di Afrika atau Australia
          Pohon-pohonku jangan menangis.
          Tumbuhlah terus sesubur bias
          Jangan piker Jawa atau Indonesia
          Jangan sedihkan perubahan jaman.

          Aku juga tumbuh seperti kalian
          Dan membuat sejarah mengalir
          Tanpa dihentikan gejolak politik,
          Tanpa dignggu kebencian rasial.
          Taka da jiwa seharga kebodohan
          Tak ada negara boleh membelinya.

            Pohon-pohonku jangan menangis
            Tetap tumbuhlah dan berdoa
            Aku bukan Eropa, Asia, Amerika.
            Bukan juga Afrika atau Australia.
            Tidak satu benua menelan anaknya
            Aku pemilik bumi seperti kalian
            Yang menyerap matahari, air
            Tanah dan detak jantung planet ini.
            Tumbuh-ayo kita berbuah.
            Jangan biarkan segelintir politisi
            Membatasi jiwa dan cita-citamu

            Rumah Meranjat,
            Pancoranmas-Depok
            1998
            Eka Budianta







2.    Analisis Inti Isi Puisi
Puisi diatas berisi tentang pesan seorang guru kepada anak didiknya. Pesan dari seorang guru kepada anak didiknya agar terus belajar, terus berjuang, tidak boleh patah semangat, dan tidak boleh takut karena adanya perubahan zaman. Seseorang yang memberikan suatu pengertian kepada rakyatnya agar tetap semangat dan dapat mencapai cita-cita yang diinginkan.

3.    Analisis Puisi berdasarkan Aliran
a.    Aliran Simbolisme
Bait pertama : ….
                       Menetap di Afrika atau Australia
                       Pohon-pohonku jangan menangis
Artinya seorang pengarang berpesan bahwa ketika suatu saat ia tidak berkumpul lagi, ketika suatu saat ia harus pergi, dan tidak bertemu kembali, ia berpesan kepada anak didiknya janganlah bersedih, janganlah menangis.
Seorang pengarang menggunakan simbol pohon-pohon untuk mengibaratkan objek yang dituju yaitu anak didik (siswanya). Dan ia akan pergi menetap di kota (yang dituju) diambangkan dengan Afrika atau Australia.


Bait ketiga : Aku bukan Eropa, Asia, Amerika
                    Bukan juga Afrika atau Australia
                    Tidak satu benua menelan anaknya
Hal tersebut menunjukkan seorang pemimpin (guru) yang tega memperbudak rakyatnya (siswa)           tidak satu benua menelan anaknya.
Namun puisi tersebut hanya berupa sindiran untuk seorang pemimpin, yang makna sebenarnya ia peduli terhadap rakyat dan tak ingin menyakitinya.

b.    Aliran Realisme
Bait kedua : Aku juga tumbuh seperti kalian
                    Dan membuat sejarah mengalir

Pada larik pertama dan kedua dijelaskan bahwa kita dapat bebas menentukan apa yang terbaik untuk kita. Tumbuh dan menentukan cita-cita sendiri, membuat jalan hidup seperti yang kita inginkan. Itu sama halnya dilihat dari latar belakang pengarang yaitu Eka Budianta, dapat diketahui bahwa Eka Budianta merupakan seorang laki-laki yang mandiri. Dulu ibu beliau menghendaki ia menjadi seorang doktertetapi ia malah kuliah di jurusan sejarah fakultas sastra Universitas Indonesia. Hal tersebut menunjukkan bahwa ia seorang yang ingin menentukan jalan hidup dan cita-citanya sendiri dan tidak mau dikekang oleh siapapun.

                    Tanpa dihentikan gejolak politik,
                    Tanpa diganggu kebencian rasial.         

Pada larik ketiga dan keempat dijelaskan bahwa perjuangan maupun cita-cita tidak bisa dihentikan oleh apapun, meskipun adanya krisis ekonomi dan krisis politik. Dapat diketahui bahwa pada tahun 1997-1998, pada saat lahirnya puisi pohon-pohonku jangan menangis ini bangsa Indonesia sedang mengalami krisis ekonomi. berlanjut lagi krisis sosial kemudian ke krisis politik.  Akhirnya,  juga berkembang menjadi krisis total yang melumpuhkan nyaris seluruh sendi-sendi kehidupan bangsa. Dan dampaknya telah dirasakan oleh masyarakat Indonesia itu sendiri. Namun dalam puisi ini pengarang mengungkapkan akan semangat dan kegigihan untuk mencapai keberhasilannya.


c.    Aliran Naturalisme
Bait kedua :….
                   Tanpa dihentikan gejolak politik,
                   Tanpa diganggu kebencian rasial.         
                   Tak ada jiwa seharga kebodohan
                   Tak ada negara boleh membelinya

Hampir sama seperti aliran realisme diatas, tetapi aliran naturalisme ini lebih kompleks. Hal ini ditunjukkan pada bait kedua puisi bahwa meskipun sedang dilanda krisis ekonomi dan politik tetapi kita harus pandai-pandai memaknai kehidupan, jangan sampai kita diperbudak oleh zaman, jangan sampai terjajah seperti di zaman penjajahan dahulu.          Tak ada jiwa seharga kebodohan
                      Tak ada negara boleh membelinya

1 komentar:

  1. Terima kasih untuk analisis ini.
    Sungguh satu kehormatan bagi saya mendapatkan apresiasi.
    Salam - Eka Budianta, 24 September 2020

    BalasHapus