Rabu, 29 Mei 2013

Perempuan, Bahasa, dan Budaya


Perempuan selalu punya cerita menarik untuk dikupas, mulai dari asal katanya misalnya para aktivis perempuan merasa lebih terhormat dengan penggunaan kata “perempuan” katimbang “wanita” karena kata “wanita” diasumsikan kependekan dari wani ditoto (mau diatur-atur). Lanjut lagi para aktivis perempuan juga menyakini bahwa bangsa ini lebih mengenal budaya feminimisme daripada budaya patriarki dengan merujuk banyaknya istilah seperti ibu kota dan ibu jari.
Sedangkan budaya patriarki sendiri lebih dikenal berasal dari barat dan bisa kita ketahui dari penggunaan istilah dalam bahasa mereka seperti chairman, woman-diambil dari kata man-, mankind dst. Berasal dari situlah para pakar bahasa perempuan barat kontemporer menolak menggunakan istilah tersebut dan lebih tertarik menggantinya dengan istilah yang lebih netral semisal chairperson atau humankind karena dianggap lebih adil dan tidak diskriminatif.
Sebenarnya jika ditelusuri lebih dalam bukan istilah tersebut yang perlu ditelaah Namun substansi kata itulah yang perlu diperjuangkan. Berbicara tentang budaya patriarki maupun feminisme sebenarnya ini tak kan lepas dari Dunia Gender. Gender disini berbeda arti dengan sex. Sex sendiri lebih didefinisikan sebagai alat kelamin atau perbedaan antara perempuan dan laki-laki yang sudah menjadi kodrat atau bawaan dari lahir. Sedangkan Gender adalah hasil konstruksi sosial budaya terhadap sudut pandang seseorang mengenai posisi lelaki dan perempuan di masyarakat.
Gender Dalam Perspektif Budaya
Meski telah disebutkan diatas dalam segi peristilahan budaya kita kurang mengenal akan budaya patriarki namun juga perlu di akui budaya kita selama ini lebih menempatkan perempuan sebagai insan kedua. Kita masih sering mendengar di pedesaan bahwa perempuan cuma diberi ruang berkutit di sekitar tiga M yaitu; Macak, Manak ,dan Masak. Ironisnya diakui atau tidak kita juga sering menanamkan pemahaman tersebut ke anak-anak bahwa perempuan hanya hidup dalam dunia perdapuran saja. Semisal sewaktu kita memberikan contoh kepada anak didik dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Yaitu ‘ ibu pergi kepasar dan ayah pergi ke kantor. Mengapa tidak sebaliknya?
Oleh karena itu kita sering melihat poster disepanjang jalan yang bertuliskan “Tuhan membuat setara, manusia membedakanya” yang bermaksud pada dasarnya seluruh manusia itu setara hanya saja terkadang manusia membedakanya berdasarkan jenis kelamin semata. Perempuan dianggap lebih rendah dari laki-laki dan harus menurut apa kata suaminya dengan legitimasi agama bahwa surganya istri berada di tangan suami, sehingga dalam kebudayaan kita perempuan hanya mengenal istilah sendiko dawuh.
Juga masih teringat jelas betapa menyejarahnya cerita Siti Nurbaya yang mengisahkan ketertindasan perempuan oleh kesewenanga lelaki tak bertanggung jawab. Siti Nurbaya dipaksa menikah dengan orang yang tak dicintainya. Siti Nurbaya tidak dapat menolak hal tersebut karena budaya pada masa itu mengharuskan setiap perempuan untuk selalu patuh tanpa harus diberikan haknya untuk berpendapat. Akhirnya betapa tragis nasib Siti Nurbaya yang harus meninggal ditangan suaminya sendiri.
Jika kita amati perempuan seakan selalu menjadi manusia nomor dua dalam budaya kita bahkan dalam karya fiksi sekalipun. Untungnya suara-suara pembebasan kini mulai terdengar nyaring di bumi pertiwi ini. Sebut saja kritik sastra feminisme (KSF) yang mengkritik karya sastra yang hanya bisa menjadikan perempuan sebagai korban tanpa adanya upaya menjunjung tinggi harkat martabat mereka.

Selasa, 28 Mei 2013

Six Ta


                      Bahagianya mempunyai sahabat-sahabat yang baik seperti ini. Nita, Neta, Provita, Dita, Reta dan Anggita kita bersahabat sudah satu tahun yang lalu.  Ya merekalah SixTa, kenapa kita memberikan nama Six Ta? Karena kita berenam dan nama akhir kita berakhir dengan “ta”. Sahabat-sahabatku yang menghiburku disaat aku sedih, yang selalu ada untukku, yang selalu mau mendengar cerita-ceritaku,dan yang selalu memberikan kejutan-kejutan indah di dalam hariku. Lagi-lagi ingin ku katakan, bahagianya aku mempunyai sahabat-sahabat yang seperti ini, sahabat baik yang ku temukan di masa putih abu-abu.
                    Pagi itu, hari pertama masuk kelas baru setelah libur panjang yang menyenangkan. Cerahnya matahari seakan ingin mengiringi hari baruku. Dengan semangat mantap, kulangkahkan kaki ke dalam kelas baru. Ah, tidak ada yang menarik. Aku lebih suka kelas lamaku, mereka lebih seru dan asyik. Tapi ternyata aku masih sebangku lagi dengan sahabat kocak ku, Dita. Jadi, sepertinya hari-hariku tak akan datar-datar saja. Lalu sekilas melihat sosok itu. Sosok yang membuatku berkeringat dingin dan membuat detak jantungku semakin kencang. Ada apa ini? Uh, aku tak tahan untuk tidak menoleh lagi dan melihatnya. Sayang kalo tidak melihatnya, seperti dapat kupon nonton gratis dan tidak dimanfaatkannya. Dan, hari itu aku terus tersenyum seperti orang gila. Aku tidak bisa menjelaskan seperti apa ia, tapi yang penting senyumnya manis sekali. Sempat terpikir di benakku “manis sekali,itu orang makannya apa ya?”. Kurasa aku kagum padanya.
                     Waktu terus berlalu, hari terus berganti, bulan-bulan pertama kelas baru ku pun telah terlewati begitu saja. Aku mulai mengenal sahabat-sahabat baruku selain Six Ta, dan mereka membuat bahagiaku lebih lengkap. Kelasku juga ternyata semakin asyik dan kompak, lebih dari yang tahun lalu malah. Tentang dia…dia yang ku kagumi… Ah, malahan aku jadi sebel karena ia terus mengusiliku. Ia yang selalu menghampiri bangkuku dan mengusiliku setiap saat. Namun aku sadar, hariku tak pernah lengkap jika ia tak datang ke bangkuku dan membuatku marah akan keusilannya. Ya Tuhan, aku labil sekali. Aku tidak hanya kagum, mengapa aku terus memikirkannya?
                     “Hey Nit!” sosok yang manis itu berjalan mendekatiku. Ada apa ia kemari?? Jantungku masih saja berdetak seperti pertama kali aku melihatnya. Pipiku masih saja merah merona. Segera ku rapikan rambutku dengan hati-hati agar tidak kelihatan, yah barangkali orang-orang menyebutnya salting.
                  “Ada apa?” tanyaku padanya.
                  “Ih, jutek amat jadi orang. Kayak nenek lampir!”
                   “Heh kalo gak penting gak usah deket-deket deh. Males gue!” jawabku ketus. Meskipun aku tak bisa membohongi diriku sendiri, aku senang bisa dekat dengannya walau dengan cara yang seperti ini, berantem di mana-mana dan kapan saja.
                 “Eciyeeeee…sosweet banget deh ni dua anak! PJ, pajak jadiannya di tunggu ya mas mbak, map deh ganggu ,misi yaa numpang lewat…” kata Neta. Serempak teman-teman di kelasku meledek kami. Mukaku memerah, bukannya marah tapi malu. Gimana kalo sebenarnya sosok itu tau kalau aku sebenarnya suka padanya?
                      Nah, ceroboh dan bodohnya aku cerita pada semua sahabat Six Ta dengan suka cita tentang aku suka dia. Alamaaak….! Tidak bisa dipungkiri lagi segala tingkahku di sangkut pautkan dengan sosok itu. Di ledek, disoraki…hahh. Nggak bisa marah, orang aku juga yang memberi tahu mereka. Nggak papa lah, yang penting dia nggak sampai tahu. Aku jadi takut, jangan-jangan ia akan menghindariku jika ia tahu tentang perasaanku ini.
                      Tiap hari semakin ada saja tingkahnya yang membuatku semakin kagum padanya. Ia lucu, usil namun juga pintar. Semakin aku terkagum-kagum padanya. Ketika matanya telah menatapku, dan senyumnya yang manis itu sudah ditujukan padaku, mungkin saat ini aku sudah nggak menginjakkan kaki di bumi. Rasanaya seperti melayang-layang diudara. Ohh, aku lebay deh. Tapi perasaan itu bener banget. Aku suka dia, aku suka senyumnya, aku suka tatapannya dan akupun suka keusilannya.
                     Selain bahasa Indonesia, sekarang olahraga menjadi pelajaran yang aku sukai karena aku bisa melihatnya bermain basket. Dia keren banget! Pandanganku sepertinya tak bisa lepas darinya.
                     “Priiiiiiiiiiiiiiit!” bunyi peluit Pak Indra terdengar. Itu tanda bahwa anak cewek harus mengelilingi lapangan tiga kali sebelum pelajaran dimulai. Aku pun berlari dengan santai bersama teman-temanku. Pandanganku masih tetap tertuju padanya.
                      Tiba-tiba… Duk!
                     “Aduh!” aku meringis. Aku tersandung! Sial. Aku malu. Ternyata ketahuan melihatnya. Bukannya dibantuin,semuanya malah meledekku.
                    “Yaaah! Nita! Makanya kalau lari jangan melihat dia terus doong!”
                    “Idiih, siapa juga yang lihat dia!” elakku, dengan nada bergetar. Aku bicara dalam hatiku agar kuat, aku nggak boleh nangis, aku malu hingga rasa sakit pada lututku yang berdarah tidak terasa lagi.
                   “Nit, udah nggak papa kok, kita cuma bercandaaa…” sahabat-sahabatku menenangkanku.
                    Makin lama makin perih ya? Sakit juga ternyata. Tapi kemudian…aku melihat obat merah diteteskan ke lukaku. Eh enggak. Aku melihat yang meneteskan, yang ternyata itu adalah dia!
                   “Hah? Aku gak percaya!” sambil menampar pipi kanan-kiri ku. Tap kemudian ia mulai meniupi lukaku, lalu membalutnya dengan plaster. Aku termenung saat ia mengulurkan tangannya.
                    “Heh.” katanya.  Aku masih bingung dan kaget setengah mati. Pasti mukaku jelek banget. 
                   “Eh…e…apa?” aku terbata-bata.
                   “Udah nggak usah pasang muka bego dan bingung gitu deh. Jelek banget mukmu kalo gitu. Ayo aku bantu berdiri, cepet gak? Pertolongan gak dateng dua kali nih!”
                    “Wooo, galak amat sih?” jawabku.
                      Huffft. Dia bisa baca pikiranku atau gimana ya? Dengan malas aku menerima uluran tangannya dan berdiri dengan cepat.
                     “Aduh!” kataku.
                     “Makanya hati-hati dong!” dia langsung pergi dan bermain basket lagi.
                      Sementara aku masih termenung. Ini perasaan seneng, bingung, sedih atau gimana sih? Hari itu pun aku lanjutkan dengan perasaan bergejolak dan suka ria bersama sahabat-sahabat Six Ta.
                     Aku galau. Aku baru pertama kali merasakan kegalauan seperti ini. Dia suka aku nggak ya? Aku terus saja bertanya-tanya dalam hati. Sahabat-sahabatku sih bilang sepertinya ia juga suka sama aku, buktinya aku selalu menjadi korban keusilannya dan waktu aku jatuh ia bersedia menolongku. Ah tapi apa iya? Kayaknya nggak mungkin banget dia suka sama aku. Dia kan manis, keren, nah aku? Buat apa dia suka sama aku, cewek yang lebih cantik kan banyak banget kenapa dia suka aku. Pesimis jadinya. Kata mereka,kagum saja kan tidak apa-apa. Cinta kan tidak harus dibalas. Yang penting bagaimana perasaan kita terhadapnya. Hmm, katanya sih. Aku sendiri juga tidak tahu menahu tentang ini.
                    Waktu  istirahat, aku mengajak Neta ke kantin  tapi tak seperti biasa yang kemana-mana selalu bersama dengan sahabat Six Ta. Kali ini jawaban Neta nyolot, bahkan aku diperlakukan sama dengan semua sahabatku itu. Aku pun tak mengetahui apa penyebabnya.
                     “Net, ke kantin yuk!” kataku pada Neta, salah satu Six Ta.
                     “Kantin? Males!” katanya jutek.
                     “Lhoh kenapa Net?” aku bingung terhadap sikapnya. Bagaimana tidak, tiap hari kami selalu ke kantin bareng dan biasanya malah dia yang mengajak duluan. Beberapa detik aku menunggu jawabannya, tapi ia malah membalikkan badan lalu pergi. Belum habis pikir, Reta tiba-tiba menyenggolku dengan keras, dan sengaja. Aku kira ia bercanda tapi dia malah menggandeng Neta dan pergi begitu saja.  Aku bingung sekali, kenapa mereka? Aku terpaksa untuk bertanya kepada teman yang lain.
                    “Dit, kenapa Neta sama Reta? Mereka marah?” tanyaku kepada Dita.
                    “Emang mereka kenapa Nit? Aku tadi pergi sama Reta kok, baik-baik saja deh kayaknya?” kata Dita.
                      “Mereka kayak marah sama aku gitu, kenapa ya? Perasaan kemarin maen bareng. Kenapa nih? Aku sedih…huhuuuu” wajahku memelas.
                     “Yaudah minta maaf aja ke mereka Nit, mungkin aka kamu ada salah sama mereka!”kata Dita.     
Kuhampiri Neta dan Reta yang duduk di depan kelas itu. “Net, Ret, mau anterin nggak?” tanyaku basa-basi.
                 “Apaan sih? Nggak lihat ya Neta sama Reta lagi ngobrol berdua?” tiba-tiba Anggita menghampiri dan langsung menyemprotku. Lho, ada apa ini? Kenapa semua anggota Six Ta marah sama aku?
              “Lho, aku cuma ngajak aja kok… kalian kenapa? Aku ada salah? Maafin aku ya kalau aku ada salah.” kataku dengan nada sedih campur bingung.  
             “Gak ada apa-apa kok Nit. Kita lagi males aja sama kamu. Sorry.” kata Anggita dengan nada sinis.    
             “Apaa?? Apa salahku? Aku masih ingin bertanya ketika mereka bertiga meninggalkanku. Aku masuk ke kelas dengan muram. Kurasa hanya Dita yang tidak marah padaku. Bahkan Provita pun sama sekali tidak menegurku. Tuhan, apa salahku? Dita terus ku tanyai, namun dia juga menggelengkan kepalanay, dia ternyata juga tak tahumengapa aku diperlakukan seperti ini.
              Sudah dua minggu Six Ta tidak menegurku sama sekali. Aku sedih, rasanya tidak masuk sekolah. Kehilangan sahabat adalah hal yang paling menakutkan dalam hidup. Bagaimana mau minta maaf jika aku hampiri saja mereka langsung menjauhiku dan seperti membicarakannku di belakang. Aku terus saja merenung tentang kesalahanku, tapi tetap saja aku tidak menemukan jawabannya. Sehari sebelum mereka menghindariku, aku masih bergurau dengan mereka. Asyik ngobrol seperti biasa, karena apa coba?? Pusing dan sakit hati aku dibuatnya. Setiap hari aku hanya bersedih, hanya Dita yang menghiburku. Kasihan Dita.dia seperti bingung kalau aku dan Six Ta sama-sama mengajaknya pergi atau yang lainnya. Dia bingung memilih.
                      Dia yang ku kagumi juga sudah mulai kulupakan, ujian sebentar lagi tiba dan masalahku bersama sahabat-sahabatku seakan menutupi keceriaan dan semangatku, bahkan meskipun aku bertemu dan saling becanda. Aku tetap saja sedih.
                     Siang itu kulihat Anggita berlari-lari di sepanjang teras sekolah dan meneriakkan sesuatu ke kelasku. Kebetulan saat itu aku sedang berada di perpus untuk mencari novel. Seolah-olah ku lihat teman-temanku yang masih bersantai di kelas berhamburan keluar. Aku pun menghampiri Agung.
                     “Eh, ada apa sih? Anggita bilang apa kok pada terburu-buru semua?” kataku.
                     “Lhoh, kamu dari mana sih Nit? Itu lhoh. Bayu nembak Reta di taman belakang sekolah! Anak-anak mau melihat semua. Katanya mereka udah PDKT sejak dua minggu yang lalu. Yuk ikut Nit!” kata Agung dengan semangat.
                      Ba..Bayu??? sama…Reta? Aku tak sanggup mendengarnya, lemas badanku dibuat oleh kata-kata Agung. Bayu adalah sesosok yang selama ini aku kagumi. Reta adalah sahabatku! Dua minggu yang lalu? Apa ini maksud Six Ta dari dua minggu yang lalu mendiamkanku? Jadi, mereka tidak ingin aku merusak PDKT Bayu dengan Reta? Apa itu yang dinamakan sahabat? Aku pusing, tidak sanggup berkata apapun. Kurasa setelah ini air mataku akan tumpah ruah, aku memutuskan untuk melihat mereka agar penderitaanku semakin lengkap.  Aku berlari menuju taman itu. Bajuku basah dibanjiri oleh keringat dan air mata.
                     Ya, mereka ada. Kulihat dengan pandangan mata yang berkaca-kaca ini Bayu sedang memegang tangan Reta. Hancur, hancur..kehilangan sosok yang aku kagumi selama ini. Kehilangan sahabat. Apalagi? Aku sudah puas melihat mereka. Aku berbalik badan untuk segera pergi dan pulang. Aku benci! Tapi Reta tiba-tiba menghampiriku dengan menangis.
                   “Nit, maafin aku ya. Aku nggak tau ternyata perasaan ini sudah aku pendam dari dulu. Aku suka Bayu, dan ternyata dia juga suka sama aku. Aku tidak ingin menyakitimu dengan menjadikanku sahabatmu, yang nantinya akan berkhianat. Maafin aku Nit. Kamu boleh benci sama aku. kata Reta sambil berkaca-kaca.
                   Aku ikhlas jika ia bersama Bayu. Tapi mengapa harus menghindariku selama dua minggu ini? Begitu banyak yang ingin aku bicarakan padanya. Tapi sudah tak sanggup. Jadi aku memilih diam dan menunduk meneteskan air mata. Ya Tuhan, kuatkanlah aku! Kejam. Dunia serasa sudah tak berpihak padaku. Aku muak dengan kata ‘sahabat’ dan ‘pacar’. Mana Six Ta yang dulu selalu bersama, apakah seperti ini??
                    PROKK!!! Benda keras di lempar  ke kepalaku. Amis. Amis? Telurkah? Aku menengok kebelakang dan…aku melihat seluruh anak kelas ku berada di taman itu sambil membawa tepung, air, telur dan masih banyak sejenisnya lagi. Mereka tertawa, berlari kearahku dan menumpahkan apa yang mereka bawa ke badanku. Ahh, basah kuyup bau amis! Aku masih bingung. Lalu alunan suara happy birthday terdengar. Ku lihat Dita, Neta dan Provita tersenyum gembira membawa kue tar dengan lilin yang cantik itu.
                   Jadi, jadi…ini semua karena ulang tahunku? Aku saja lupa kalau hari ini adalah hari ulang tahunku. Reta menyiramku dengan air dan berkata “Nit, itu semua bohong kok.hehehe”
                   Ya Tuhan, aku bahagia sekali mempunyai sahabat seperti mereka. Aku menengis terharu dan tertawa sampai perutku sakit bersama yang lain. Tiba-tiba Bayu menepuk pundakku.
                  “Nita, maaf ya tadi buat kamu nangis. Aku cuma di suruh sama sahabat-sahabat kamu itu lho”. kata Bayu.
                   Aku melirik Six Ta yang senyam-senyum meledek kami.
                 “Jadi sebenernya, Nit. Aku bukan suka sama Reta tapi aku suka sama kamu. Dari pertama kali masuk kelas baru. Maafin aku ya kalau selama ini suka jahil sama kamu? Kamu mau jadi pacarku?
                  Aku sama sekali nggak menyangka. Aku speechless. Bayu? Dia menembakku?
                 “Serius? “aku masih kaget, jantungku mau copot nih!”
                “Tiga rius deh! Gimana? Jadian?” tanyanya lagi dengan sungguh-sungguh. Aku pun ragu untuk menjawabnya. Dia tersenyum sambil menggandengku. Dan bilang, “aku serius aku sayang kamu”.
                    Hari itu adalah hari terindah, hari dimana kejutan paling gila dalam hidupku. Ternyata sahabatku sumber kebahagiaanku. Tidak jadi kehilangan sahabat dan dia sudah kumiliki sekarang. Masa putih abu-abu itu tak akan pernah aku lupakan.

Selasa, 21 Mei 2013

Rindu Kamu


Kini langkahmu semakin jauh
berlabuh mengarungi samudera luas
meninggalkan diriku bak karang beku
yang selalu setia di dera deburan ombak
di hempas angin ditusuk sang surya

kapankah ombak bosan mencambuk karang duka?
Kapankah angin berhenti meniupkan derita lara?
Kapankah mentari berseri setelah lama bercumbu dibalik tirai pilu kelabu?

Sungguh sayang
jika persahabatan harus berakhir hingga disini.

Kamis, 16 Mei 2013

Rintik Hujan




Eloknya rintik hujan
datang memberi sejuk, mendamaikan jiwa yang letih
turun bersama gemuruh halilintar, menyentak pikiran yang jenuh
jatuh diselingi kilat cahaya petir, sejenak beri terang dalam gelapnya hati.