Bahagianya mempunyai
sahabat-sahabat yang baik seperti ini. Nita, Neta, Provita, Dita, Reta dan
Anggita kita bersahabat sudah satu tahun yang lalu. Ya merekalah SixTa, kenapa kita memberikan
nama Six Ta? Karena kita berenam dan nama akhir kita berakhir dengan “ta”.
Sahabat-sahabatku yang menghiburku disaat aku sedih, yang selalu ada untukku,
yang selalu mau mendengar cerita-ceritaku,dan yang selalu memberikan
kejutan-kejutan indah di dalam hariku. Lagi-lagi ingin ku katakan, bahagianya
aku mempunyai sahabat-sahabat yang seperti ini, sahabat baik yang ku temukan di
masa putih abu-abu.
Pagi itu, hari pertama
masuk kelas baru setelah libur panjang yang menyenangkan. Cerahnya matahari
seakan ingin mengiringi hari baruku. Dengan semangat mantap, kulangkahkan kaki
ke dalam kelas baru. Ah, tidak ada yang menarik. Aku lebih suka kelas lamaku,
mereka lebih seru dan asyik. Tapi ternyata aku masih sebangku lagi dengan
sahabat kocak ku, Dita. Jadi, sepertinya hari-hariku tak akan datar-datar saja.
Lalu sekilas melihat sosok itu. Sosok yang membuatku berkeringat dingin dan
membuat detak jantungku semakin kencang. Ada apa ini? Uh, aku tak tahan untuk
tidak menoleh lagi dan melihatnya. Sayang kalo tidak melihatnya, seperti dapat
kupon nonton gratis dan tidak dimanfaatkannya. Dan, hari itu aku terus
tersenyum seperti orang gila. Aku tidak bisa menjelaskan seperti apa ia, tapi
yang penting senyumnya manis sekali. Sempat terpikir di benakku “manis
sekali,itu orang makannya apa ya?”. Kurasa aku kagum padanya.
Waktu terus berlalu, hari
terus berganti, bulan-bulan pertama kelas baru ku pun telah terlewati begitu
saja. Aku mulai mengenal sahabat-sahabat baruku selain Six Ta, dan mereka
membuat bahagiaku lebih lengkap. Kelasku juga ternyata semakin asyik dan kompak,
lebih dari yang tahun lalu malah. Tentang dia…dia yang ku kagumi… Ah, malahan
aku jadi sebel karena ia terus mengusiliku. Ia yang selalu menghampiri bangkuku
dan mengusiliku setiap saat. Namun aku sadar, hariku tak pernah lengkap jika ia
tak datang ke bangkuku dan membuatku marah akan keusilannya. Ya Tuhan, aku
labil sekali. Aku tidak hanya kagum, mengapa aku terus memikirkannya?
“Hey Nit!” sosok yang manis
itu berjalan mendekatiku. Ada apa ia kemari?? Jantungku masih saja berdetak
seperti pertama kali aku melihatnya. Pipiku masih saja merah merona. Segera ku
rapikan rambutku dengan hati-hati agar tidak kelihatan, yah barangkali
orang-orang menyebutnya salting.
“Ada apa?” tanyaku padanya.
“Ih, jutek amat jadi orang.
Kayak nenek lampir!”
“Heh kalo gak penting gak
usah deket-deket deh. Males gue!” jawabku ketus. Meskipun aku tak bisa
membohongi diriku sendiri, aku senang bisa dekat dengannya walau dengan cara
yang seperti ini, berantem di mana-mana dan kapan saja.
“Eciyeeeee…sosweet banget deh
ni dua anak! PJ, pajak jadiannya di tunggu ya mas mbak, map deh ganggu ,misi
yaa numpang lewat…” kata Neta. Serempak teman-teman di kelasku meledek kami.
Mukaku memerah, bukannya marah tapi malu. Gimana kalo sebenarnya sosok itu tau
kalau aku sebenarnya suka padanya?
Nah, ceroboh dan bodohnya aku cerita pada
semua sahabat Six Ta dengan suka cita tentang aku suka dia. Alamaaak….! Tidak
bisa dipungkiri lagi segala tingkahku di sangkut pautkan dengan sosok itu. Di
ledek, disoraki…hahh. Nggak bisa marah, orang aku juga yang memberi tahu mereka.
Nggak papa lah, yang penting dia nggak sampai tahu. Aku jadi takut,
jangan-jangan ia akan menghindariku jika ia tahu tentang perasaanku ini.
Tiap hari semakin ada
saja tingkahnya yang membuatku semakin kagum padanya. Ia lucu, usil namun juga
pintar. Semakin aku terkagum-kagum padanya. Ketika matanya telah menatapku, dan
senyumnya yang manis itu sudah ditujukan padaku, mungkin saat ini aku sudah
nggak menginjakkan kaki di bumi. Rasanaya seperti melayang-layang diudara. Ohh,
aku lebay deh. Tapi perasaan itu bener banget. Aku suka dia, aku suka
senyumnya, aku suka tatapannya dan akupun suka keusilannya.
Selain bahasa Indonesia,
sekarang olahraga menjadi pelajaran yang aku sukai karena aku bisa melihatnya
bermain basket. Dia keren banget! Pandanganku sepertinya tak bisa lepas
darinya.
“Priiiiiiiiiiiiiiit!”
bunyi peluit Pak Indra terdengar. Itu tanda bahwa anak cewek harus mengelilingi
lapangan tiga kali sebelum pelajaran dimulai. Aku pun berlari dengan santai
bersama teman-temanku. Pandanganku masih tetap tertuju padanya.
Tiba-tiba… Duk!
“Aduh!” aku meringis. Aku
tersandung! Sial. Aku malu. Ternyata ketahuan melihatnya. Bukannya
dibantuin,semuanya malah meledekku.
“Yaaah! Nita! Makanya kalau
lari jangan melihat dia terus doong!”
“Idiih, siapa juga yang
lihat dia!” elakku, dengan nada bergetar. Aku bicara dalam hatiku agar kuat,
aku nggak boleh nangis, aku malu hingga rasa sakit pada lututku yang berdarah
tidak terasa lagi.
“Nit, udah nggak papa kok,
kita cuma bercandaaa…” sahabat-sahabatku menenangkanku.
Makin lama makin perih ya?
Sakit juga ternyata. Tapi kemudian…aku melihat obat merah diteteskan ke lukaku.
Eh enggak. Aku melihat yang meneteskan, yang ternyata itu adalah dia!
“Hah? Aku gak percaya!”
sambil menampar pipi kanan-kiri ku. Tap kemudian ia mulai meniupi lukaku, lalu
membalutnya dengan plaster. Aku termenung saat ia mengulurkan tangannya.
“Heh.” katanya. Aku masih bingung dan kaget setengah mati.
Pasti mukaku jelek banget.
“Eh…e…apa?” aku
terbata-bata.
“Udah nggak usah pasang muka
bego dan bingung gitu deh. Jelek banget mukmu kalo gitu. Ayo aku bantu berdiri,
cepet gak? Pertolongan gak dateng dua kali nih!”
“Wooo, galak amat sih?”
jawabku.
Huffft. Dia bisa baca
pikiranku atau gimana ya? Dengan malas aku menerima uluran tangannya dan
berdiri dengan cepat.
“Aduh!” kataku.
“Makanya hati-hati dong!”
dia langsung pergi dan bermain basket lagi.
Sementara aku masih
termenung. Ini perasaan seneng, bingung, sedih atau gimana sih? Hari itu pun
aku lanjutkan dengan perasaan bergejolak dan suka ria bersama sahabat-sahabat
Six Ta.
Aku galau. Aku baru
pertama kali merasakan kegalauan seperti ini. Dia suka aku nggak ya? Aku terus
saja bertanya-tanya dalam hati. Sahabat-sahabatku sih bilang sepertinya ia juga
suka sama aku, buktinya aku selalu menjadi korban keusilannya dan waktu aku
jatuh ia bersedia menolongku. Ah tapi apa iya? Kayaknya nggak mungkin banget
dia suka sama aku. Dia kan manis, keren, nah aku? Buat apa dia suka sama aku,
cewek yang lebih cantik kan banyak banget kenapa dia suka aku. Pesimis jadinya.
Kata mereka,kagum saja kan tidak apa-apa. Cinta kan tidak harus dibalas. Yang
penting bagaimana perasaan kita terhadapnya. Hmm, katanya sih. Aku sendiri juga
tidak tahu menahu tentang ini.
Waktu istirahat, aku mengajak Neta ke kantin tapi tak seperti biasa yang kemana-mana selalu
bersama dengan sahabat Six Ta. Kali ini jawaban Neta nyolot, bahkan aku diperlakukan
sama dengan semua sahabatku itu. Aku pun tak mengetahui apa penyebabnya.
“Net, ke kantin yuk!” kataku pada
Neta, salah satu Six Ta.
“Kantin? Males!” katanya
jutek.
“Lhoh kenapa Net?” aku
bingung terhadap sikapnya. Bagaimana tidak, tiap hari kami selalu ke kantin
bareng dan biasanya malah dia yang mengajak duluan. Beberapa detik aku menunggu
jawabannya, tapi ia malah membalikkan badan lalu pergi. Belum habis pikir, Reta
tiba-tiba menyenggolku dengan keras, dan sengaja. Aku kira ia bercanda tapi dia
malah menggandeng Neta dan pergi begitu saja. Aku bingung sekali, kenapa mereka? Aku
terpaksa untuk bertanya kepada teman yang lain.
“Dit, kenapa Neta sama
Reta? Mereka marah?” tanyaku kepada Dita.
“Emang mereka kenapa Nit?
Aku tadi pergi sama Reta kok, baik-baik saja deh kayaknya?” kata Dita.
“Mereka kayak marah sama
aku gitu, kenapa ya? Perasaan kemarin maen bareng. Kenapa nih? Aku
sedih…huhuuuu” wajahku memelas.
“Yaudah minta maaf aja ke
mereka Nit, mungkin aka kamu ada salah sama mereka!”kata Dita.
Kuhampiri
Neta dan Reta yang duduk di depan kelas itu. “Net, Ret, mau anterin nggak?”
tanyaku basa-basi.
“Apaan sih? Nggak lihat ya
Neta sama Reta lagi ngobrol berdua?” tiba-tiba Anggita menghampiri dan langsung
menyemprotku. Lho, ada apa ini? Kenapa semua anggota Six Ta marah sama aku?
“Lho, aku cuma ngajak aja kok…
kalian kenapa? Aku ada salah? Maafin aku ya kalau aku ada salah.” kataku dengan
nada sedih campur bingung.
“Gak ada apa-apa kok Nit. Kita lagi
males aja sama kamu. Sorry.” kata Anggita dengan nada sinis.
“Apaa?? Apa salahku? Aku masih
ingin bertanya ketika mereka bertiga meninggalkanku. Aku masuk ke kelas dengan
muram. Kurasa hanya Dita yang tidak marah padaku. Bahkan Provita pun sama
sekali tidak menegurku. Tuhan, apa salahku? Dita terus ku tanyai, namun dia
juga menggelengkan kepalanay, dia ternyata juga tak tahumengapa aku
diperlakukan seperti ini.
Sudah dua minggu Six Ta tidak
menegurku sama sekali. Aku sedih, rasanya tidak masuk sekolah. Kehilangan
sahabat adalah hal yang paling menakutkan dalam hidup. Bagaimana mau minta maaf
jika aku hampiri saja mereka langsung menjauhiku dan seperti membicarakannku di
belakang. Aku terus saja merenung tentang kesalahanku, tapi tetap saja aku
tidak menemukan jawabannya. Sehari sebelum mereka menghindariku, aku masih
bergurau dengan mereka. Asyik ngobrol seperti biasa, karena apa coba?? Pusing
dan sakit hati aku dibuatnya. Setiap hari aku hanya bersedih, hanya Dita yang
menghiburku. Kasihan Dita.dia seperti bingung kalau aku dan Six Ta sama-sama
mengajaknya pergi atau yang lainnya. Dia bingung memilih.
Dia yang ku kagumi juga
sudah mulai kulupakan, ujian sebentar lagi tiba dan masalahku bersama
sahabat-sahabatku seakan menutupi keceriaan dan semangatku, bahkan meskipun aku
bertemu dan saling becanda. Aku tetap saja sedih.
Siang itu kulihat Anggita
berlari-lari di sepanjang teras sekolah dan meneriakkan sesuatu ke kelasku.
Kebetulan saat itu aku sedang berada di perpus untuk mencari novel. Seolah-olah
ku lihat teman-temanku yang masih bersantai di kelas berhamburan keluar. Aku
pun menghampiri Agung.
“Eh, ada apa sih? Anggita
bilang apa kok pada terburu-buru semua?” kataku.
“Lhoh, kamu dari mana sih
Nit? Itu lhoh. Bayu nembak Reta di taman belakang sekolah! Anak-anak mau
melihat semua. Katanya mereka udah PDKT sejak dua minggu yang lalu. Yuk ikut
Nit!” kata Agung dengan semangat.
Ba..Bayu??? sama…Reta?
Aku tak sanggup mendengarnya, lemas badanku dibuat oleh kata-kata Agung. Bayu adalah
sesosok yang selama ini aku kagumi. Reta adalah sahabatku! Dua minggu yang
lalu? Apa ini maksud Six Ta dari dua minggu yang lalu mendiamkanku? Jadi,
mereka tidak ingin aku merusak PDKT Bayu dengan Reta? Apa itu yang dinamakan
sahabat? Aku pusing, tidak sanggup berkata apapun. Kurasa setelah ini air
mataku akan tumpah ruah, aku memutuskan untuk melihat mereka agar penderitaanku
semakin lengkap. Aku berlari menuju
taman itu. Bajuku basah dibanjiri oleh keringat dan air mata.
Ya, mereka ada. Kulihat
dengan pandangan mata yang berkaca-kaca ini Bayu sedang memegang tangan Reta.
Hancur, hancur..kehilangan sosok yang aku kagumi selama ini. Kehilangan
sahabat. Apalagi? Aku sudah puas melihat mereka. Aku berbalik badan untuk
segera pergi dan pulang. Aku benci! Tapi Reta tiba-tiba menghampiriku dengan
menangis.
“Nit, maafin aku ya. Aku
nggak tau ternyata perasaan ini sudah aku pendam dari dulu. Aku suka Bayu, dan
ternyata dia juga suka sama aku. Aku tidak ingin menyakitimu dengan
menjadikanku sahabatmu, yang nantinya akan berkhianat. Maafin aku Nit. Kamu
boleh benci sama aku. kata Reta sambil berkaca-kaca.
Aku ikhlas jika ia bersama
Bayu. Tapi mengapa harus menghindariku selama dua minggu ini? Begitu banyak
yang ingin aku bicarakan padanya. Tapi sudah tak sanggup. Jadi aku memilih diam
dan menunduk meneteskan air mata. Ya Tuhan, kuatkanlah aku! Kejam. Dunia serasa
sudah tak berpihak padaku. Aku muak dengan kata ‘sahabat’ dan ‘pacar’. Mana Six
Ta yang dulu selalu bersama, apakah seperti ini??
PROKK!!! Benda keras di
lempar ke kepalaku. Amis. Amis?
Telurkah? Aku menengok kebelakang dan…aku melihat seluruh anak kelas ku berada
di taman itu sambil membawa tepung, air, telur dan masih banyak sejenisnya
lagi. Mereka tertawa, berlari kearahku dan menumpahkan apa yang mereka bawa ke
badanku. Ahh, basah kuyup bau amis! Aku masih bingung. Lalu alunan suara happy
birthday terdengar. Ku lihat Dita, Neta dan Provita tersenyum gembira membawa
kue tar dengan lilin yang cantik itu.
Jadi, jadi…ini semua karena
ulang tahunku? Aku saja lupa kalau hari ini adalah hari ulang tahunku. Reta
menyiramku dengan air dan berkata “Nit, itu semua bohong kok.hehehe”
Ya Tuhan, aku bahagia sekali
mempunyai sahabat seperti mereka. Aku menengis terharu dan tertawa sampai
perutku sakit bersama yang lain. Tiba-tiba Bayu menepuk pundakku.
“Nita, maaf ya tadi buat kamu
nangis. Aku cuma di suruh sama sahabat-sahabat kamu itu lho”. kata Bayu.
Aku melirik Six Ta yang
senyam-senyum meledek kami.
“Jadi sebenernya, Nit. Aku
bukan suka sama Reta tapi aku suka sama kamu. Dari pertama kali masuk kelas
baru. Maafin aku ya kalau selama ini suka jahil sama kamu? Kamu mau jadi
pacarku?
Aku sama sekali nggak
menyangka. Aku speechless. Bayu? Dia menembakku?
“Serius? “aku masih kaget,
jantungku mau copot nih!”
“Tiga rius deh! Gimana?
Jadian?” tanyanya lagi dengan sungguh-sungguh. Aku pun ragu untuk menjawabnya.
Dia tersenyum sambil menggandengku. Dan bilang, “aku serius aku sayang kamu”.
Hari itu adalah hari
terindah, hari dimana kejutan paling gila dalam hidupku. Ternyata sahabatku sumber
kebahagiaanku. Tidak jadi kehilangan sahabat dan dia sudah kumiliki sekarang.
Masa putih abu-abu itu tak akan pernah aku lupakan.